Mochammad Sroedji; Sosok Pejuang 45 Yang Hampir Terlupakan
18.04.00
Tulislah tentang aku dengan tinta hitam atau tinta
putihmu. Biarlah sejarah membaca dan
menjawabnya_Soekarno
Kalimat
bung Karno diatas adalah signal bagi anak bangsa untuk menjaga dan merawat
sejarah melalui tulisan. Informasi sejarah melalui tulisan menjadi sangat
penting disebar untuk diketahui lebih
banyak orang agar lebih banyak yang memahami bagaimana perjuangan terdahulu
mengorbankan jiwa dan darah untuk tanah air Indonesia tercinta sehingga kita
semua bisa menikmati hasilnya hingga detik ini. Untuk itu, tulisan ini akan
berbagi informasi tentang sosok pahlawan yang hampir dilupakan. Beliau adalah pejuang kemerdekan yang menjadi
target pencarian tentara Belanda hidup atau mati.
Penasaran
siapa beliau?, yuukk ah... tetap di blog
ini ya, sebab ada cerita inspiratif yang bisa kalian petik dalam tulisan saya
kali ini.
Saya lupa
kapan mulai menyukai sejarah. Entah sejak suka membaca buku sejarah, nonton
film sejarah, atau berwisata ke tempat-tempat yang kaya akan cerita sejarah
masa lalu. Yang jelas, bincang sejarah
bukan hal yang baru bagiku, tetapi saya tetap saja merasa sangat kekurangan
referensi. Masih banyak sekali cerita
sejarah masa lalu yang belum saya ketahui, termasuk para pahlawan pejuang
kemerdekaan.
Seperti
Mochammad Sroedji, sosok seorang
pejuang kemerdekaan 45 yang gugur karena berjuang merebut kemerdekaan Republik
Indonesia dari penjajah. Jika saja saya
tidak menghadiri bincang literasi sejarah pada Minggu pagi, 31 Maret 2019 di Warunk
Upnormal bersama Irma Devita Learning Center dan teman-teman Blogger Makassar serta
Lembaga Lingkar, mungkin saya tidak pernah mengenal sosok pahlawan yang satu
ini.
Letkol
Inf. (Anumerta) Mochammad Sroedji, merupakan tentara yang berjuang di Kabupaten
Jember melawan penjajah Belanda. Beliau
wafat akibat berondongan peluru pasukan Belanda pada tahun 1949. Pada Tahun 2016, presiden Joko Widodo menganugerahkan
Tanda Kehormatan Republik Indonesia Bintang Mahaputera Utama kepada Alm. Letkol
Inf. (Anumerta) Mohammad Sroedji (wikipedia).
Selain
blogger dan lembaga lingkar, hadir pula pegiat literasi kota Makassar Anwar Jimpe Rachman dan bapak Tjahjo Widodo (Kepala Badan Koordinasi
Wilayah V Provinsi Jawa Timur). Bincang literasi
ini dikemas secara santai sambil minum-minum dan makan-makan sehingga suasana
keakraban terjalin hangat. Anwar Jimpe
dan bapak Tjahjo Widodo optimis dengan
budaya literasi yang dikemas sedemikian rupa dan menarik akan menyita perhatian
generasi muda untuk membaca dan mengenal sejarah.
Kekhawatiran
akan generasi muda yang makin jauh bahkan minim pengetahuan tentang sejarah
bangsa, sangat memprihatinkan. Hal ini
terjadi karena tergeser oleh magnet teknologi yang semakin canggih sehingga gadget
dan kehadiran games online lebih menarik perhatian para generasi milenial. Oleh
karena itu, beliau mengatakan bahwa dibutuhkan tangan-tangan terampil dan
pemikiran yang kreatif dan inovatif untuk mendesain sebuah konsep dalam
menggaungkan sejarah.
Nah, terkait
dengan ide kreatif dan inovatif, saya mengapresiasi lahirnya buku SANG PATRIOT
(sebuah epos kepahlawanan) dari penulis keren mba Irma Devita yang tidak lain adalah cucu sang tokoh dalam cerita. Emosi penulisnya ada dibuku ini, hubungan
emosional yang tidak bisa dipisah. Mba Irma
Devita berkisah bagaimana menulis buku Sang Patriot dengan terus berusaha
mengalirkan energi positifnya walau dengan derai airmata. Cerita tentang sang sang kakek (Mochammad
Sroedji) diramu dengan untaian bahasa yang menggugah emosi pembaca, ini tidak
berproses instan tetapi butuh waktu kurang lebih 5 tahun dengan napak tilas ke
beberapa tempat sekaligus mengumpulkan referensi dan bukti-bukti sejarah.
Lahirnya
buku sejarah “Sang Patriot” yang dikemas dalam bentuk novel sehingga enak
dibaca, ndk bosan. Oh ya, selain itu
juga, ada buku komik berjilid 1, 2, dan 3 untuk anak-anak kita sehingga lebih
menarik untuk dibaca. Saya yakin, Ibu yang
cerdas pasti merekomendasikan bacaan seperti ini untuk anaknya.
Dengan
menulis, sejarah akan tetap ada dan menjadi bagian yang sangat penting dalam
menjaga jatidiri bangsa agar identitas bangsa ini tidak hilang. Seperti sejarah para pejuang, semangat gotong
royong, tata kesopanan, adat dan budaya, semua itu adalah aset bangsa yang
harus dijaga dan dipertahankan. Jika
hilang, maka akan menjadi ancaman besar bagi bangsa, karena ahli sejarah
mengatakan bahwa untuk menghancurkan sebuah bangsa cukup hilangkan sejarah masa
lalunya.
“Sang Patriot, Selarik kisah tentang
cinta sejati, persahabatan, penghianatan dan pengorbanan. Rela mengorbankan segalanya termasuk harta,
jiwa raga dan cintanya demi mempertahankan kemerdekaan bangsa yang lebih ia
cintai dari nyawanya sendiri”_Irma Devita
“Sosok jasad terbujur kaku di meja
yang sengaja diletakkan dipelataran Mushalla.
Terbaring dalam hening. Tampak agung
walau tersungkur bergenang darah mengering dari luka menganga yang bola matanya
raib tercabut dari tempatnya. Tubuh berperawakan
sedang namun berisi itu menjadi saksi bisu kekejaman tangan-tangan yang pernah
mendera, penuh lubang peluru dan cabikan bayonet. Tulang kepala berambut ikalnya retak, terdera
popok senapan. Satu... dua... tiga...
jari-jari sang jasad tak lagi lengkap, hilang sebagian. Jari-jari itu biasanya lincah memetik
ukulele, melantunkan nada merdu”_Irma Devita.
Mencermati
kutipan buku Sang Patriot diatas, saya kok jadi merinding sekaligus sangat
terharu. Tidak heran jika masyarakat Jawa
Timur dengan dukungan gubernur telah mendukung
pengajuan Mochammad Sroedji menjadi Pahlawan Nasional.
Cinta
sejarah? Baca dong buku SANG PATRIOT.
1 komentar
Aku jadi merinding pas baca resensi di postingan ini. Sekilas aku langsung inget buku "For God and Country", yang berdasarkan kisah nyata juga. Keliatannya Sang Patriot menarik banget ya mbak, apalagi karena dikemas dalam bentuk novel jadi perjuangan Beliau bisa lebih mudah dipahami orang umum... Jadi kepingin baca... :)
BalasHapusOiya, itu penerbitnya apa ya mbak?
Rada nggak hapal logo penerbit di foto itu. Kucari2 di Google nggak ketemu keterangan penerbitnya hehe