Menabung Rindu Untuk Kota Mekah dan Madinah
22.23.00
Berjalanlah
agar lebih banyak tahu apa yang terjadi diluar sana. Buktikan sendiri, benar tidaknya apa yang
dikatakan orang. Berjalanlah untuk
mengerti hidup yang lebih bijaksana, seperti kata bijak, “dunia itu seluas
langkah kaki, jelajahilah dan jangan pernah takut melangkah. Hanya dengan itu kita bisa mengerti
kehidupan dan menyatu denganNYA”.
Mekah dan Madinah!, itulah jawaban saya jika ditanya tentang kota
atau tempat istimewa yang selalu ingin dikunjungi. Mekah dan Madinah adalah kota yang paling
istimewa diantara semua kota yang pernah saya jejaki. Penasaran bagaimana saya selalu merindukan
kota suci ini?, bagaimana istimewanya?, dan bagaimana perasaan saya ketika
pertama kali melihat Ka’bah?. Yuukk....
kita simak ceritanya.
Penikmat
Traveling
Lima tahun yang lalu, tepatnya tahun 2014
adalah awal ketertarikan saya terhadap sebuah perjalanan. Perjalanan kala
itu sungguh berbeda dari sekian banyak perjalanan yang pernah kulakukan
sebelumnya. Perjalanan kali ini bukan urusan kerja ataupun urusan
keluarga. Tetapi, asli jalan-jalan. Di tahun
2014 inilah, saya merasa telah menemukan dunia yang baru dalam hidupku yaitu
dunia traveling. Ketertarikan saya untuk mengenal beragam,
destinasi wisata yang baru semakin menggelitik rasa penasaranku.
Salah dua cara berucap terima kasih kepada
tubuh yang lelah bekerja adalah me-refresh
diri dengan traveling. Menurutku traveling
adalah proses menemukan sesuatu termasuk menemukan diri sendiri. Dengan traveling,
kita akan bertemu dengan orang-orang yang baru, mengunjungi destinasi yang
baru, melihat beragam fenomena kehidupan baru dengan budaya yang berbeda. Hal ini saya yakini akan memperkaya khasanah
berpikir. Berkunjung dari negara yang
satu ke negara yang lain adalah kebahagiaan tersendiri bagiku yang sulit dilukiskan
dengan kata-kata.
Menikmati dunia traveling justru bukan pada usia belia, malah sebaliknya. Memasuki
usia ke – 40, ketertarikan saya akan dunia traveling
sungguh tak bisa ditawar-tawar lagi.
Mungkin karena saya merasa telah mencapai tingkat kedewasaan yang
sempurna di usia ini. Belakangan saya sering mendengar orang mengatakan bahwa,
“hidup di mulai ketika usia 40 tahun”. Menurut salah seorang pakar psikologi, bahwa “Usia
40 tahun adalah usia ketika manusia benar-benar meninggalkan masa mudanya dan
beralih mendapati masa dewasa. Usia yang
hidup dengan kematangan dan kemantapan konsep”.
Di usia ke – 40, saya terus berproses menjadi
pribadi yang lebih baik, semakin berbenah diri terutama untuk kehidupanku yang
sesungguhnya kelak di hari kemudian. Mencoba bermetamorfosis menjadi seorang
wanita yang lebih matang dalam berpikir dan bertindak. Berusaha memahami beragam karakter yang
berbeda dalam kehidupan sehari-hari. Akhirnya di usia ke 42 saya mulai belajar
untuk berhijab dan mengenakan hijab itu hingga kini. Insya Allah
akan istiqomah dengan hijab ini, Masya Allah.
Kepo
Positif
Kegemaran mengeksplore beberapa destinasi
wisata di luar negeri menuai banyak apresiasi dari teman-teman. saya benar-benar larut menikmati perjalanan
hingga pada suatu ketika saya dikepoin banyak orang (dibaca kepo positif). Kepo
itu datang dari berbagai pihak; dari baik keluarga, teman seprofesi maupun
sahabat. Ada yang bahkan menegur melalui media social
maupun face to face. Ke-kepo-an
itu dalam bentuk pertanyaan seperti ini; “Kenapa tidak memilih Madinah dan Mekah sebagai pilihan destinasi untuk
traveling sekaligus beribadah?”. Hufft, andaikan saat itu saya
sedang minum segelas air putih, mungkin saya sudah keselek air putih.
Saya berdiri mematung, kaku beberapa saat
lamanya, mencerna pertanyaan itu. “Kenapa
saya melupakan itu?”. “Kenapa saya tidak pernah memasukkan kota yang
suci ini dalam agenda perjalananku?”.
Bismillahirrahmanirahim,
Mekah dan Madinah kini masuk dalam agenda perjalanku. Dikuatkan setelah membaca
sabda Nabi Muhammad SAW berikut ini:
“Seyogyanya
seseorang lebih bersungguh-sungguh melakukan safar untuk mengujungi tiga masjid
ini: Masjid Al Haram (Mekah), Masjid
Nabawi (Madinah), dan Masjid Al Aqsa (Palestina).”
Kini, saya benar-benar siap menuju Baitullah.
Assalamualaikum
Madinah
Perjalanan kali ini tidak seperti biasanya,
begitu istimewa. Saya banyak mendapat support dari keluarga, teman, dan
sahabat. Berangkat ke bandara, saya
diantar 6 mobil (Wow banget kan yaak...
hahahaa). Awalnya saya protes dan
tidak mau diantar, maunya seperti proses
berangkat saya sebelum-sebelumnya saat melakukan traveling ke beberapa tempat
yang berbeda. Berangkat sendiri ke airport dan kembali pun kadang naik bus
saja. Tapi semua balik protes ke saya, karena ini adalah perjalanan ibadah,
perjalanan religi, perjalanan yang menuai banyak keberkahan sehingga banyak
yang turut bersyukur dan merasakan kebahagiaan,
“begitu katanya”.
Masya Allah, perjalanan ini begitu
indah. Bagaimana tidak, mulai dari
persiapan hingga menginjakkan kaki di King Abdul Aziz Airport, semua dimudahkan,
Alhamdulillah. Proses keberangkatan pun
dimajukan dari jadwal yang sebenarnya.
Sebelumnya saya dijadwalkan oleh pihak travel berangkat pada bulan
Februari 2018, tetapi tiba-tiba saja
dimajukan ke bulan Desember 2017. Alhamdulillah...
Rasanya seperti mimpi telah berada di Kota
Madinah. Madinah al-Munawwarah, “kota
yang bercahaya”. Di kota ini terdapat
Masjid Nabawi (“Masjid Nabi”), tempat dimakamkannya Nabi Islam Muhammad, dan
kota ini juga merupakan kota paling suci kedua kedalam agama Islam setelah
Mekah (sumber: Wikipedia).
Saya bersujud mencium tanah Madinah dengan airmata
bahagia sambil berucap syukur Alhamdulillah. Akhirnya, saya bisa sampai di kota
ini, kota dimana Nabi Muhammad pernah melakukan hijrah dari Mekah, yang secara
berangsur-angsur menjadi ibukota Kekaisaran Muslim yang dipimpin langsung oleh
Nabi Muhammad SAW. Kota ini juga menjadi
pusat kekuatan Islam dalam abad-abad Komunitas Muslim mulai berkembang.
Sepanjang perjalanan ke kota Madinah, saya terus
membaca shalawat dan berdoa;
Allohumma
haadza haraamu nabiyyika fajalhu lii wi qoyatam minannari wa amaanam minal
adzaabi wa suual hisaab
Artinya:
Ya
Alloh, ini adalah tanah haram nabiMu.
Jadikanlah ia sebagai penyelamat bagiku dari neraka dan keamanan dari
adzab dan hisab yang buruk.
Tengah malam tiba, langsung chek in di Hotel Azzahra. Sebuah hotel yang letaknya sangat dekat
dengan Masjid Nabawi, Madinah al-Munawwarah.
Hotel ini sangat dekat dari pintu Masjid Nabawi sehingga kami tidak
memerlukan kendaraan menuju masjid, cukup jalan kaki saja. Setelah makan malam, kami lanjut mengatur
barang di kamar hotel yang dihuni 4 orang, iya, kami sharing kamar. Sharing kamar sama sekali bukan masalah
bagiku. Saya malah senang bisa
berkenalan dengan sesama muslimah. Walau
berasal dari Provinsi yang sama, tapi kami belum saling mengenal satu sama lain. Setelah mengatur barang, saya langsung
mandi. Dengan membaca do’a,
“Alloohummaghfirlii
dzambii wa wassi’li fii daarii wa baarik lii fii rizqi”,
artinya
“Ya
Allah ampunilah dosa kesalahanku dan berilah keluasaan di rumahku serta
berkahilah pada rizqiku”
Segar rasanya setelah mandi, sepertinya
siraman air dari shower tadi mampu mengembalikan seluruh tenagaku setelah
melakukan penerbangan selama kurang lebih 12 jam diudara. Dari Makassar saya naik pesawat Saudi
langsung ke Madinah, tidak transit.
Setelah bincang-bincang santai sama teman sekamar, saya merebahkan diri
di pembaringan. Berharap bisa mimpi
indah tentang kota Madinah. Saya
terlelap.
Sujud pertamaku di Masjid Nabawi, dua rakaat
subuh itu, tidak bisa saya lupakan.
Sangat berkesan, subuhku kali ini indah sekali. Saat menuju Masjid
Nabawi, mataku memandang segala penjuru jalan yang kulalui, seakan enggan melewatkan
momen yang bisa terlihat dengan mata.
Angin sepoi dingin menusuk, suhu kala itu ada di kisaran 13 derajat celcius.
Jauh lebih rendah dari suhu kamarku di Makassar.
Di pelataran Masjid Nabawi, saya menegadah
menyapa langit, sungguh besar kekuatan Ilahi Rabbi. Sungguh indah nan luas Masjid ini. Di waktu subuh, saat matahari masih malu-malu
menampakkan wajahnya, saat kegelapan masih enggan beranjak pergi, saya
menyaksikan payung-payung raksasa mulai bermekaran dari atas sajadah biruku. Sementara disiang hari, saat akan ataupun
sesudah jamaah dhuhur, kulihat kubah masjid mulai bergeser perlahan. Akh,
sungguh ini adalah sebuah momen wisata reliji yang sangat istimewa dan
mengagumkan. Keistimewaan lain Masjid
Nabawi adalah keutamaan shalatnya yang diriwayatkan oleh HR Bukhari dari Abu
Hurairah ra, Rasulullah SAW pernah bersabda;
“Shalat
di masjidku ini nilainya seribu kali lebih baik dibandingkan di masjid lain,
kecuali Masjidil Haram.”
Raudhah adalah tempat istiwewa di Masjid
Nabawi. Dalam salah satu hadist
disebutkan bahwa Raudhah adalah taman surga yang dulunya ini adalah area antara
rumah Nabi Muhammad SAW dan Mimbar tempat belau berkhutbah di Masjid Nabawi
yang asli. Berbeda dengan laki-laki yang memang disiapkan pintu khusus sebagai
akses utama menuju Raudhah. Untuk bisa sampai ketempat ini, sungguh dibutuhkan
sebuah perjuangan. Harus ngantri,
berdesakan. Seorang perempuan tidak dibolehkan langsung masuk. Ada batas karpet untuk berdoa dengan dinding
pemisah. Raudhah hanya bisa dilihat dari
celah dinding. Tapi Alhamdulillah, atas
izin Allah, saya bisa berdoa dan sholat
di atas karpet yang telah ditentukan petugas keamanan.
Berdoa sembari memandang Rhaudah, sungguh
sangat menyayat hati. Tangis pilu rindu
akan Rasulullah dan keluargaya, terangkum dalam alunan Sholawat Raudhah, “Allahumma
sholli wa sallim wa barik ala sayyidina Muhammadinilladzi azharot bibarokatihir
riyadl.”
Artinya:
“Ya Allah, limpahanlah rahmat,
keselamatan, dan keberkahan kepada junjungan kami, Nabi Muhammad SAW dan
keluarga Nabi Muhammad SAW yang telah mengeluarkan buah keberkahannya yang
merupakan taman-taman kenikmatan.”
Empat hari saya di Madinah, hampir tiap subuh
saya memanfaatkan waktu mengambil baris paling depan agar setelah sholat subuh
saya langsung menghabur masuk ke tempat perempuan dekat Raudhah. Sebisa mungkin saya melakukan sholat dan
berdoa sebanyak –banyaknya di Raudah. Ada hadist yang diriwayatkan oleh imam
Bukhari dan Muslim dari Rasulullah SAW, bahwa beliau bersabda; “Tempat yang diantara kuburku dan mimbarku
ini adalah Raudhah (kebun) diantara beberapa kebun surga.”
Di Madinah, saya juga berkunjung ke Masjid Quba. Masjid
Quba adalah mesjid pertama yang bangun oleh Rasulullah
pada tahun 1 Hijriyah atau 622 Masehi. Melaksanakan shalat dhuha 1 kali di
Masjid Quba, pahalanya sama dengan melaksanakan umroh 1 kali. Dalam al-qur’an
disebutkan bahwa masjid Quba adalah masjid yang dibangun atas dasar takwa. Surat at-Taubah ayat 108:
“Sungguh,
masjid yang didirikan atas dasar takwa. Sejak hari pertama adalah lebih pantas
engkau melaksanakan shalat didalamnya.
Didalamnya ada orang yang suka membersihkan diri, dan Allah menyukai
orang-orang yang membersihkan diri.”
Pasar kurma Madinah juga tak luput dari
kunjungan para jamaah. Aneka macam jenis
kurma ada dijual di pasar ini. Mulai dari kurma kelas satu hingga kurma yang rasanya
biasa-biasa saja, ada di pasar ini. Selain
itu kita juga bisa melihat langsung pohon kurma dan aneka macam coklat serta
minyak zaitun.
Segala kepasrahan diri di bawah linangan
airmata, terucap syukur karena telah diberikan kesempatan menginjakkan kaki di
kota tempat Hijrahnya Rasulullah Muhammad SAW.
Sebuah anugerah yang luar biasa bisa bertamu di rumah dan ziarah ke
makam Nabi. I’ve got a new power yang terpatri dalam jiwa dan ragaku, setelah
bersujud di hadapan makam Rasulullah.
Datang dan pergi, adalah suatu fenomena
kehidupan yang diyakini pasti terjadi.
Ada yang datang lalu pergi.
Seperti saat ini, tinggal hitungan jam, saya akan meninggalkan kota
Madinah menuju tanah haram Mekah.
Assalamualaikum
Mekah
Perjalanan dari Madinah ke Mekah saya tempuh
dengan menggunakan bus. Sepanjang
perjalanan guide tour kami banyak
bercerita tentang kisah perjalanan Nabi Muhammad SAW. Tentang para sahabat Nabi Muhammad SAW, dan
perkembangan islam di tanah haram. Sang guide
juga menuntun kami bershalawat kepada Nabi dan membaca do’a. Kami juga singgah di Masjid Bir Ali yang
terletak diperbatasan tanah haram atau sekitar 11 km dari kota Madinah. Kami mengambil miqat disini, penduduk Madinah
yang akan melakukan umroh menyebutnya sebagai miqat zamani.
Dari jauh sudah nampak kemewahan Masjid Bir
Ali. Masjid yang menurut sejarahnya
dibangun didekat sebuah pohon tempat Nabi Muhammad SAW beristirahat saat beliau
menuju ke Mekah untuk melaksanakan umroh.
Bangunan yang berdiri megah terlhat seperti benteng yang dikelilingi
tembok.
Nawaitul
umrota wa ahromtu bihaa lillahi ta’ala.” Artinya “Aku
berniat miqat untuk melaksanakan umroh karena Allah Ta’ala.” Setelah miqat,
dengan mengenakan pakaian ihram, kami melanjutkan perjalanan menuju Kota
Mekah.
Hati saya bergetar kencang sekali saat
pertama kalinya melihat Ka’bah. Rasa sedih bahagia bercampur aduk. Saya pun memanjatkan doa, “Ya
Allah.tambahkanlah kemuliaan, keanggungan, kehormatan, kewibawaan dan kebaikan
untuk ka”bah ini. Dan tambahkanlah kemuliaan dan kehormatan bagi orang yang
berhaji atau umroh dengan sebab kemuliaan dan kehormatan ka”bah.
Langkahku semakin mantap mengampiri ka’bah
untuk melakukan tawaf. Energi positif
itu entah datang dari mana sehingga berjalan mengelilingi ka’bah sebanyak 7 kali
sama sekali saya tak merasakan capek.
Berjalan bersama-sama dengan
saudara muslim lainnya, yang berdatangan dari segala penjuru dunia lalu bertemu
di depan ka’bah itu sungguh luar biasa. Bahasa
sehari-hari kami berbeda, tetapi disini apa yang kami ucapkan persis sama. Alhamdulillah... Allahu Akbar.
Setelah tawaf, saya langsung melakukan
Sa’i. Melakukan perjalanan pulang pergi
antara Shafa dan Marwah. Saya jadi
kebayang bagaimana lelahnya Siti Hajar, istri dari Nabi Ibrahim berlari bolak
balik dari bukit Shafa Ke Marwah untuk mendapatkan air. Putranya Ismail terus
menangis dan merasa kehausan. Peristiwa
ini mengajarkan kepada kita semua bahwa seseorang jangan selalu cepat berputus
asa. Untuk menggapai sesuatu, butuh
usaha dan do’a. Jika Allah mengizinka,
apapun bisa terjadi.
Tahallul adalah perbuatan yang menandai
seseorang keluar dari keadaan ihram ke keadaan halal. Saya mengeluarkan gunting dari dalam tas dan
meminta tolong kepada temanku untuk mencukur/menggunting sedikit rambutku. Alhamdulillah, hari pertama di Mekah sudah
melakukan umroh satu kali.
Keesokan harinya, saya nego harga dengan pak sopir taxi yang mukanya
berewok dan klo bicara di telepon selalu dengan suara yang sangat nyaring kayak
nada sedang marah.
Si brewok mengangguk tanda setuju. Akhirnya, karena saya tidak berani pergi
sendirian naik taxi, saya mengajak teman biar lebih aman. Takut sih, karena menurut cerita orang-orang
bahwa lelaki Arab sangat senang sama cewek Indonesia. Wallahu alam. Kami pergi melakukan miqat
untuk melaksanakan umroh yang kedua kalinya.
Selama 5 hari di Mekah, saya tak menyia-nyiakan waktu untuk umroh
sebanyak 4 kali.
Malam hari setelah sholat Isya dan setelah
sholat subuh atau dhuhur, saya menyempatkan diri berkeliling area Masjid
Haram. Banyak barang-barang yang dijual
di area Masjid. Kami juga melakukan city
tour di beberapa tempat di kota Mekah.
Ya
Allah, rumah ini adalah rumah-Mu, aku ini hamba-Mu anak hamba-Mu yang lelaki
dan anak hamba-Mu yang perempuan. Engkau
telah membawa aku di dalam hal yang engkau sendiri memudahkan untukku sehingga
engkau jalankan aku ke negerimu dan engkau telah menyampaikan aku dengan
nikmat-Mu juga, sehingga engkau menolong aku untuk menunaikan ibadah. Jika tidak, maka tuntaskan sekarang sebelum
aku jauh dari rumah-Mu ini. Sekarang
sudah waktunya aku pulang. Jika engkau
ijinkan aku dengan tidak menukar sesuatu dengan engkau (Dzat-Mu) ataupun rumah-Mu
tidak benci pada-Mu dan tidak juga benci pada rumah-Mu.
Kalimat diatas adalah doa berpamitan di depan
Ka’bah. Tidak bisa kupungkiri akan
kesedihan ini saat membaca doa setelah Thawaf Wada’ di Mesjidil Haram. Kesedihan ini merasuk dalam jiwaku hingga tak
terasa butiran bening mulai mengalir dipelupuk mata. Isak tangis pun tak bisa kuredam, pecah
diantara lantunan puja puji akan kebesaran Allah SWT dari orang-orang muslim
yang datang dari berbagai belahan bumi.
Rasanya tak mampu meninggalkan kota Mekah saat itu. Saya kembali berbalik arah, menatap Ka’bah
sambil berucap,” I Love You, ALLAH, suatu hari kelak, saya akan kembali ke
tempat-Mu yang suci ini”. Aamiin.... Ya
Rabbal Alamin.
Panggil
Saya Kembali
Sebuah perjalanan akan mengukir
berjuta cerita, menyisakan kepingan kenangan pada setiap destinasi. Lalu, suatu hari kelak, kepingan kenangan itu
akan menjadi sejarah hidup yang tak bisa tergantikan oleh apapun juga. Seperti perjalanan religi yang saya lakukan di bulan Desember 2017
kemarin, itu adalah sebuah
perjalanan yang teramat sangat sangat indah, Masya Allah, ada kebahagian tak
terkira yang tak mampu kuukir dengan kata-kata (saya bahagia).
Akhir sebuah kehidupan tidak akan pernah
menunggu sampai seberapa banyak pencapaian yang telah kita peroleh. Setiap manusia tak ada yang pernah tahu,
kapan, dan dimana hidup ini akan berakhir.
Ajal, jodoh, dan rejeki adalah rahasia Allah yang tersembunyi di balik
kebesaranNYA.
Perjalanan ini, membuka mata
dan hati saya tentang kehidupan dunia, bagaiamana seharusnya manusia
bertindak dalam hubungannya manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan,
dan manusia dengan Tuhannya.
Selamat tinggal Mekah-Madinah, kepulangan ini
pastinya saya menabung rindu untuk kembali lagi memeluk Ka”bah.
5 komentar
Barakallah. Tidak ada seorangpun yang pernah ke kedua kota itu tanpa meninggalkan rindu yang mendalam. Semua berniat akan kembali dan kembali.
BalasHapusMasya Allah... Baca tulisan ini, saya pun jadi kangen beribadah lagi di Tanah Haram.
BalasHapusSetiap orang yang pernah ke sana pasti selalu bilang rindu pengen kembali.
Semoga saja kita semua umat muslim, terutama yang belum pernah ke sana, diberikan kelapangan untuk bisa berkunjung ke sana, ya kak. Aamiiin...
Bahkan yang belum pernah ke Mekah dan Madinah pun merindukan ke sana, apalagi yang belum.
BalasHapusBy the way.
Seingatku, saya baca ini komen;
Ke-kepo-an itu dalam bentuk pertanyaan seperti ini; “Kenapa tidak memilih Madinah dan Mekah sebagai pilihan destinasi untuk traveling sekaligus beribadah?
Ternyata komen itu menampar, yah 😄
Live begin at 40, aku setuju banget kakak. Secara tahun ini akupun masuk ke angka itu ����. Baca tulisan ini menyentuh relung2 hati, iya yaa kenapa nggak traveling juga ke Mekah dan Madinah. Akupun mau, doakan ku bisa segera berkunjung ke kota penuh rahmat dan berkah ini yaa.
BalasHapusMembacanya seperti sedang berada menelusuri 2 kota suci yang selalu membuat rindu membuncah,mirip ketika membaca novel "Ketika cinta berstasbih" menelusuri Mesir lewat cerita sang penulis..mantap daeng.
BalasHapus