Selamat Hari Guru; Bunda Fenty Yusuf
09.14.00
Assalamualaikum wr wb....
Senang sekali rasanya bisa
mengisi kembali blog yang hampir terlupakan. Hari ini, 25 Nopember 2020 adalah Hari Guru
Nasional. Olehnya itu, saya ingin
berkisah tentang seorang guru yang
selalu disayangi dan dirindukan oleh anak didiknya. Kisah seorang guru yang mengajar siswa-siswi
berseragam Putih Abu-Abu, masa yang
semuanya terasa merah jambu.
Tulisan kali ini saya dedikasikan khusus untuk guruku tercinta, bunda Fenty Yusuf.
Guru Baru yang Cantik dan Baik Hati
SMA Negeri 3 Gowa, itulah namanya kini. Puluhan tahun yang lalu, kedatangan seorang guru baru di kelas kami. Seperti biasa, terutama anak laki-laki pasti berisik jika menemukan momen yang berbeda dari biasanya. Apalagi guru baru itu usianya tidak beda jauh dari kami. Banyak yang bertingkah untuk menarik perhatian sang guru. Namun, ibu guru cantik itu cuek aja.
Ibu guru itu bernama Fenty
Yusuf. Pagi itu dia nampak segar sekali
dengan potongan rambut pendek, bibir merona merah dengan balutan baju dinas
berwarna biru. Rintik hujan memaksanya
sedikit berlari kecil dari arah kantor sekolah menuju ruang kelas, tempat dia
akan melaksanakan tugasnya, mengajar mata pelajaran Biologi. Beberapa anak cowok menghampirinya hendak
membantu membawakan buku-buku Biologi yang sejak tadi dalam genggamannya. “gak
perlu, ibu kuat kok”, begitu katanya.
Ada suara riuh dari jarak sekitar 4 meter, suara sekelompok siswa
perempuan yang menggoda teman cowoknya saat penolakan itu terjadi.
Sejak kehadiran guru baru
itu, pelajaran Biologi menjadi mata pelajaran favoritku. Selain senang sama gurunya, saya juga senang
cara bunda menyampaikan materi pelajaran.
Inilah yang mengantarkan saya menjadi guru Biologi di SMA Nasional
Makassar hingga saat ini.
Bunda Fenty Yusuf adalah guru
sekaligus teman yang baik. Diluar jam
pelajaran sering bercanda, jalan bareng bahkan masak-masak dan makan bareng
dirumahnya. Kebetulan waktu itu menyewa
rumah dekat dari sekolah. Beliau tidak
tiap hari pulang kerumah orangtuanya karena jarak Bontonompo dan Makassar saat
itu masih sulit di akses dengan keterbatasan kendaraan sehinga jaraknya terasa
jauh. Lagi pula bunda banyak kegiatan hingga sore hari diwilayah Botonompo.
Begitu seterusnya sampai
akhirnya waktu mengharuskan kami berpisah karena telah berhasil mendapatkan
ijazah SMA pada tahun 1992.
Pertemuan Kembali Setelah Puluhan Tahun
Berlalu
Hari itu saya terlambat
mengikuti kegiatan MGMP di kantor Penerbit Erlangga. Semua orang sudah berada diruangan. Melangkah
menuju meja registrasi untuk mengisi daftar hadir. Sekitar 15 langkah meninggalkan meja
registrasi, terdengar bunyi sepatu pantofel menaiki anak tangga. Seorang guru Biologi yang memakai jilbab
menaiki anak tangga lalu menuju meja registrasi menuliskan namanya sambil
menelpon seseorang.
Langkahku terhenti, “hhmm... sepertinya suara itu saya kenal baik”,
gumamku dalam hati. “iya, itu suara
bunda Fenty Yusuf”. Kulirik dia tapi
saya melangkah mundur, ragu. Untuk meyakinkan diriku, saya menghampiri meja
registrasi, melihat daftar nama yang barusan mengisi absen.
“Ya Allah... tertulis nama Fenty Yusuf”. Saya langsung berlari menghampirinya,
memeluknya tanpa ampun. Setelah itu barulah saya memperkenalkan diri, dan kita
kembali berpelukaaaann......
Bersyukur sekali bisa
berjumpa kembali dengan bunda setelah puluhan tahun berlalu. Masih segar dalam
ingatan saat seragam Putih Abu-Abu yang ku kenakan di tahun itu, menjadi saksi
bagaimana Ibu membimbing saya mata pelajaran Biologi, mata pelajaran yang
mempertemukan kami kembali di kegiatan MGMP Biologi Kota Makassar.
Setelah pertemuan ini, kami
kembali selalu jalan bareng hingga akhir perjalanan hidupnya.
Tentang Foto Kolase
Saat itu, postingan bunda
kembali terpajang di liminasa facebook
ku. Gak nyangka bunda bisa mendesain
foto itu lalu mempostingnya di facebook dengan caption “IBU dan ANAK” (duh bunda.... aku melangit). Sebenarnya bukan karena desain semata, tetapi
bagaimana bunda memikirkan saya dengan memadukan foto saya dengan fotonya
sendiri dalam satu bingkai. Kebayang gak
sih bagaimana perasaan saya saat melihat foto itu? Kebayang gak sih bagaimana
perasaan bunda saat mendesain foto itu?
Lihatlah, kami tersenyum bahagia.
Postingan foto kolase itu,
membuang begitu banyak ego dalam diriku, sebagai siswa, sebagai anak, dan juga sebagai
seorang sahabat. Bunda..., masih segar
dalam ingatan, ketika masa seragam putih abu-abu, ketika kemanjaan ini
kusandarkan di bahumu, bahkan hatimu.
Selamat Jalan Guruku, Selamat Jalan
Bunda Fenty Yusuf
Hari ini aku terburu-buru
menuju kantin sekolah. Tenggorokan
rasanya semakin kering setelah pagi beranjak siang. Satu dua orang siswa masih terlihat bercanda
disudut sekolah, entah apa yang mereka lakukan disekolah. Seingatku, belum ada
proses pembelajaran yang dilakukan disekolah setelah siswa-siswi diliburkan dan
beralih ke pembelajaran Daring karena si coronces
alias CoronaVirus_19.
Setelah meneguk air dingin
kemasan, saya kembali ke meja kerja mengambil tas lalu bergegas ke mobil. Pekerjaan kantor berhasil kutuntaskan hari
ini, Jok mobil sedikit menjerit setelah bobot
80 kg kuhempaskan begitu saja masuk ke dalam mobil. Saya sudah duduk manis depan setir. Kuhembuskan nafas yang panjang, pertanda ada
beban di hati yang belum kelar.
Iyyah, ada yang mengganggu
hatiku saat itu. Pagi itu, sebelum ke
kantor, saya sempat membaca status WhatsApp
Bunda Fenty Yusuf:
“ Mohon
doakan ibu saya yang sedang di rawat di rumah sakit”.
Saya segera membalas WA
tersebut:
“Semoga
ibunya segera sembuh ya Bun...”.
Tapi... sampai di kantor,
saya mendapat kabar dari WAG MGMP Biologi Kota Makassar klo yang sakit itu
ternyata bunda Fenty, bukan ibunya dan yang membuat status di handphone bunda Fenty adalah Reza, anaknya. Saat itu juga kukirimkan
pesan buat bunda via chat WA dengan harapan, Reza akan membacakan pesan itu
kepada beliau:
“ Bunda, kusayangki, cepatki sembuh
bun...
Yang aku tahu selama ini,
Bunda itu kuat.
Perempuan tangguh, tidak
mudah menyerah.
Bunda... aku yakin, sangat
yakin,
klo bunda akan kuat melawan
penyakit ini.
Ayo bun... semangatki. Segeraki
sembuh.
Doaku selalu ada untuk Bunda
Tercinta...
Kami sayang bunda...”
Mobilku melaju kencang menuju
rumah sakit tempat bunda Fenty di rawat.
Ditengah perjalanan saya berinisiatif menayakan kamar perawatan melalui
Reza, anaknya bunda. Lampu sein kiri
kunyalakan, menepi. Suara Reza jelas
sekali terdengar dan mengatakan klo bunda tidak bisa dibesuk karena sedang
berada di kamar ICCU. Hanya satu orang
yang bisa masuk kedalam, suami bunda, yang tentu saja telah melakukan tes
swab. (walaupun bunda negative covid) tapi para pengunjung yang mau
bersentuhan dengan pasien manapun wajib melakukan tes ini terlebih dahulu agar
yakin bebas dari virus yang membahayakan pasien.
Sedih rasanya, tapi apa boleh
buat, aturan dokter harus dipatuhi demi kesehatan bunda. Dengan berat hati, saya balik haluan menuju
rumah. Pulang.
Nyampe rumah sudah pukul
14.30. Capek banget rasanya. Lelah. Masuk kamar langsung baring sambil ngutak
ngatik hp dan akhirnya terlelap. Entah
berapa lama aku terlelap, handphone ku berdering pukul 14.59. Antara sadar dan tidak, kuraih hp yang
terjatuh dari tanganku beberapa menit lalu karena ketiduran sambil mainin hp.
Kulihat di layar hp tertulis
nama kak Coby, teman bunda. Sempat
mikir, “kok, kak Coby nelp?” Iyah,
ini pertama kali kak Coby menelpon. “Ada
apa ya?”. Saya baru nyadar tentang bunda di rumah sakit. Tetiba badanku lunglai, gemetar, hp di
tanganku serasa mau jatuh, padahal saya belum mengangkat telepon.
“Abby...Abby...” demikian suara kak Coby di telepon. Nada suaranya
membuatku makin tak berdaya.
“ko
sudah dapat kabar kah?”
Kuberanikan diri bersuara
walau sebenarnya saya sudah menggigit bibir:
“Bunda Fenty kenapa kak Coby?”
“Tidak adami... tidak adami....”. Kalimat kak Coby ini sukses
membuatku histeris, belum selesai kalimat dari kak Coby hp ku terjatuh. Saya
rapuh.
Rasanya ingin menghakimi
diriku sendiri, kenapa siang tadi tidak lanjut saja ke rumah sakit?. Ada banyak
kenapa, ada banyak tanya, ada banyak penyesalan yang kini tak guna lagi. Hanya air mata yang terus mengalir.
Teringat beberapa waktu lalu,
tragedi kebakaran dekat jembatan Sungguminasa, wilayah sekitar tempat tinggalku. Bunda menelponku, memastikan saya baik-baik
saja. saat itulah saya menanyakan kabarnya dan beliau bilang sedang kurang
sehat tapi sakitnya ringan saja tidak mengkhawatirkan.
Kenapa waktu itu tidak
kupaksakan saja diriku membesuk beliau dirumahnya walaupun beliau melarangku
datang?. Alasannya takut Corona dan saat itu berjanji “setelah corona pergi,
kita akan nongki-nongki bersama Ibu Nurliah dan ibu Bansuhari”, begitu suaranya
di telepon waktu itu. (ibu Nurliah dan
ibu Bansuhari adalah rekan bunda saat masih mengajar di SMA Neg 3 Gowa, guruku
juga). Kalimat bunda inilah yang menguatkanku dan beranggapan penyakit
bunda tak serius.
Akhirnya Rabu, 4 Nopember 2020, kabar duka itu datang. Guruku telah pergi, guru yang selalu kupanggil bunda, kini telah tiada.... Innalillahi wa inna ilaihi rojiun...
Masih segar dalam ingatan, beberapa bulan lalu, air mata ini jatuh dalam pelukan bunda. Iyah, guru Biologi yang kukagumi sejak masa Putih Abu-Abu, telah menjadi teman diskusi sampai curhat hingga menjelang akhir hayatnya. Isak tangisku kala itu pecah dalam dekapan beliau setelah aku bercerita tentang sesuatu hal dari A sampai Z.
Tapi malam ini, tangisku kembali pecah saat memeluknya, tapi bunda hanya diam, tidak mendekapku seperti dulu lagi. Bunda tersenyum cantiiikkk sekali, tapi tubuhnya terbujur kaku. Selamat jalan bunda, Alfatihah .. untukmu bunda, guruku tercinta.
Hari ini, 22 hari kepergian
Bunda. Dan hari ini, 25 Nopember 2020 adalah HARI GURU. Izinkan ananda
mengucapkan “Selamat Hari Guru”
untuk bunda tercinta. Sungguh besar jasa-jasamu
dalam mendidik kami. Semua itu tidak akan pernah terlupakan.
Al_Fatihah...
9 komentar
Innalillahi wainnailaihi rajiun. Semoga mendapatkan tepat terbaik di sisi-Nya buat Bunda Fenty
BalasHapusIkut sedih bacanya mba... Berasa sih gimana sedihnya kehilangan guru yg kita sayangi dari dulu. Akupun stiap kali mendengar berita yg ga enak ttg guru2ku, trutama yg favorit, pasti jadi sedih. Kebayang gimana baiknya mereka mengajar kita dulu :(
BalasHapusSemoga bunda fenty diampuni semua kesalahan, dan diterima di sisiNya...
innalillahi wa inna ilaihi rojun, semoga Ibunda Guru husnul khotimah, diterima amal ibadahnya. Sedih membaca kisah guru yang baik dan bisa mendidik dengan baik seperti ini, amalnya dari mengajar pasti mengalir sampai nanti
BalasHapusInnalillahi wa innailaihi rojiun. Setiap yang bernyawa akan kembali pulang ke Tuhan. Sedih membaca cerita ini. Memang, guru terlebih yang punya kedekatan personal selalu membekas.
BalasHapusMasya Allah, nyaris keluar air mataku. Begitu berkesannya seorang Bunda Fenty buat Abby. Berarti sosok ta' sebagai guru selama ini banyak terinspirasi dari beliau ya. Masya Allah ... banyak mi amal jariyah beliau yang akan menemani di alam sana.
BalasHapusinnalillahi wa inna ilaihi rojun. Semoga Ibu guru diterima amal ibadahnya dan tenang di sisi-Nya ya mbak. Baca ini bikin terharu biru
BalasHapusInnalilahi wa inna ilaihi raji'un turut berdukacita Mbak, semoga almarhumah Ibu Fenty mendapat tempat terbaik di sisi Nya, sedih bacanya huhuhu
BalasHapusinnalillahi wa inna ilaihi rojiun, semoga ibu guru dilapangkan kuburnya dan dimudahkan hisabnya aamiin
BalasHapusTurut berduka cita, kehilangan orang yang dianggap sebagai orang dekat itu sungguh susah sekali. Apalagi disaat situasi yang banyak membutuhkan dorongan dan semangat. Semoga bisa menginspirasi yang lain dan berbuat banyak hal untuk lingkungan sekitar.
BalasHapus