Merangkai Kata Hingga Jantung Tak Lagi Berkembang-Kempis
19.53.00
Tak ada kesuksesan yang dibayar
murah. Kata Kata Bijak ini sering kita
dengar manakala akan memotivasi diri sendiri maupun orang lain untuk tetap bertahan
dan selalu ikhtiar dalam menggeluti profesi masing-masing. Baik yang telah lama dilakoninya maupun untuk
menggeluti dunia baru atau profesi baru dalam kehidupannya. Disaat seseorang terpuruk dalam profesi yang
digelutinya maupun dalam kehidupan pribadinya kalimat ini bisa memotivasi untuk
segera mengembangkan potensi diri yang dimilikinya dalam meniti karir termasuk
karir dalam dunia kepenulisan.
Banyak orang yang jatuh dalam profesi
menulis dengan beragam alasan. Ada yang menekuninya sebagai satu-satunya
profesi ada juga yang menekuninya sebagai profesi tambahan yang hanya sekedar
menyalurkan hobby.
Suatu ketika saya berpikir untuk menyisihkan
sebagian waktu di sela-sela kesibukanku
sebagai generasi Umar Bakri untuk mulai belajar merangkai kata hingga tercipta
sebait kalimat dalam memulai sebuah tulisan.
Walau pada akhirnya pikiran itu mengharuskanku
berdiam diri duduk terpaku dalam rentang waktu kurang lebih 30 menit di depan
laptop. Jari-jariku terasa kaku dengan
posisi siap mematok huruf demi huruf hingga terbentuk sebuah tulisan, tapi
nyatanya tak satupun huruf yang tertekan ke layar laptop. Saya semakin kehilangan ide untuk
menulis. Pada hal sebelum duduk di depan
laptop, ada banyak ide di kepala saya untuk di komunikasikan dalam sebuah
cerita. Melihat dan membaca tulisan orang
lain rasanya kok mudah saja dan kelihatan gampang untuk menuliskannya. Tapi…..
nyatanya tidak seperti yang saya pikirkan.
Saya mulai gelisah, ada apa denganku?
Bukankah sebuah keputusan itu harus dipertanggungjawabkan? Ataukah memang saya
tak punya bakat dalam menulis?. Akh…
tidak!. Keputusan sudah kuambil dan
sekarang sudah di depan layar laptop.
Gak kebayang malunya saya seandainya laptop ini bisa bicara dan tertawa,
mungkin laptop ini akan ngakak melihatku harus menyerah dan berdiri lalu
melangkah pergi tanpa satupun baris kalimat yang kutinggalkan di layar laptop.
Tiba-tiba saya teringat kalimat seorang teman yang mengatakan bahwa, “menulis
itu bukan bakat tetapi skill yang harus selalu di asah”. Jika berkomitmen menjadi seorang penulis maka
intinya hanya satu yaitu, menulis, menulis dan menulis.
Akhirnya saya mulai menulis dengan
segala keterbatasan dalam tata kepenulisan tanpa memperhatikan EYD. Komentar positif dan negative dari pembaca
tulisan saya menjadi motivasi sekaligus sebagai ajang introspeksi diri atau
cerminan evaluasi diri baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam perbaikan
tulisan-tulisan saya selanjutnya. Saya
meyakini bahwa menulis itu adalah sebuah kekuatan yang terpendam yang harus di
aktualisasikan dalam wujud sebuah tulisan untuk berbagi manfaat kepada banyak
orang. Mampu mengembangkan ide-ide
positif mungkin saja bisa menginspirasi banyak orang. Alhamdulillah.
Setiap hari kita berinteraksi dengan
banyak orang. Kadang-kadang kita
terbentur pada satu masalah kehidupan dan membutuhkan seseorang untuk bicara
namun tak menemukan orang yang tepat.
Berbicara secara lisan kepada seseorang belum tentu orang akan menyerap
semua yang kita ucapkan. Selain itu,
dengan lisan banyak orang yang tidak beruntung karena ketidakhadiran atau
terlambat menyimak apa yang sedang di bicarakan. Oleh karena itu, menulis adalah solusi atau media yang paling
tepat untuk berbagi manfaat kepada banyak orang karena seseorng akan membacanya
di lain waktu.
Kurangnnya minat guru dalam menekuni
dunia kepenulisan memanggil nurani saya untuk menekuni dunia ini. Selain itu, minat baca masyarakat yang
semakin menurun menjadi satu masalah pokok yang harus di pecahkan. Ide-ide brilliant dari sang penulis di
perlukan untuk menciptakan sebuah tulisan yang
menarik dalam memotivasi masyarakat agar gemar membaca. Semoga saya bisa menjadi salah satu orang
yang memposisikan diri dan ambil bagian dalam meningkatkan minat dan gemar
membaca bagi masyarakat luas melalui tulisan-tulisan yang sensasional dan
menarik perhatian orang untuk segera membaca. Amin.
Berani berkomitmen berani menerima
resiko. Untuk itu, cemohan, hinaan
tentang tulisan kita, anggaplah sebagai energy positif untuk membangun kekuatan dalam tulisan
selanjutnya. Pantang menyerah adalah
suatu keputusan bijak untuk tetap bertahan dalam kondisi apapun dalam
mempertahankan karir menulis.
Saya
menyadari untuk mencapai semua ini tidaklah mudah. Butuh ikhtiar yang panjang di barengi dengan
doa yang tiada putus. Karena saya
percaya pada kekuatan “Man Jadda Wajada, barang siapa yang bersungguh-sungguh
maka dia akan berhasil”. Kalimat A.
Fuadi ini dalam bukunya yang berjudul “ Negeri 5 Menara” sangat menginspirasi
banyak orang termasuk diriku. Untuk itu,
saya harus terus belajar menulis dan menulis dalam mengasah keterampilan menulis.
Sepanjang perjalanan waktu saya semakin
jatuh cinta pada dunia kepenulisan. Kecintaan itu makin berakar dalam jiwaku
hingga setiap kata yang kurangkai mengalir bersama urat nadi kehidupanku. Dan
tekad itu akan tetap utuh hingga jantungku berhenti berkembang-kempis.
0 komentar