“Bapak, Engkau adalah Guru dari Seorang Guru”
17.04.00
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bapak.... apa kabar? Harapanku semoga Bapak serta seluruh
keluarga dalam kondisi sehat. Amin. Aku
di sini baik-baik saja. Sebenarnya aku
ingin pulang, bercerita satu hal seperti hari-hari kemarin dengan topik yang
berbeda. Tapi, kali ini kondisi tak
memungkinkan untuk pulang.
Bapak.., aku teringat masa kecilku, sering ikut Bapak ke sekolah. Saat itu aku duduk manis di boncengan sepeda
Bapak yang berwarna biru. Memasuki
halaman sekolah, siswa Bapak datang mengambil sepeda Bapak tanpa perintah dan
membawanya ke parkiran di samping kantin sekolah.
Tahukah Bapak? bahwa sambil bermain sendirian, aku mengamati
seluruh gerak gerik Bapak selama proses belajar mengajar di kelas berlangsung?. Ingatkah Bapak? sebelum memulai pelajaran saat itu, Bapak setengah
mati mencari kacamata yang sedang Bapak pakai? Hehehe.... Saat itu kelas Bapak riuh
oleh gelak tawa seluruh siswa di kelas. Akupun
ikut tertawa. Bapak langsung berdiri
tegak, sekali ucapan dengan sedikit nada tinggi, seluruh siswa tiba-tiba terdiam. Wah... jempol buat Bapak. Aku juga melihat bagaimana Bapak di hormati oleh anak didik. Bagaimana anak didik dengan santun mengikuti
seluruh aturan dalam tata kedisiplinan di kelas. Itulah alasan utama mengapa aku memilih guru
sebagai profesiku.
Tapi Bapak..., apa yang aku lihat saat itu, sangat jauh
berbeda dengan fenomena di sekolah saat ini.
Aku tahu, hubungan baik yang terbina
antara guru dengan siswa pada zaman Bapak dan zaman aku sekarang ini
berbeda. Zaman yang semakin modern dan
teknologi yang semakin berkembang pesat adalah salah satu faktor perubahan
itu. Etika dan moral sebagian siswa
sungguh sangat membebani pikiranku. Tapi.... aku janji Bapak, aku akan bekerja
keras untuk itu. Seperti yang Bapak lakukan dulu. Seperti yang Bapak sering ajarkan padaku.
Bapak...., beberapa hari yang lalu seorang siswaku
berhasil menjadi juara 1 pada salah satu lomba.
Aku mendengar orang berkata “ oh,
itu wajar, siapa dulu dong orang tuanya”. Trus, tahun lalu, ada siswa yang
tidak berhasil lolos dalam Ujian Nasional.
Aku pun mendengar orang berkata “ akh, itu karena gurunya yang tidak
profesional mengajar”. Ternyata benar kata
Bapak bahwa memilih profesi guru tidaklah mudah dan sangat membutuhkan kesabaran ekstra.
Bapak...., engkau adalah
guruku. Terima kasih telah mengajari aku
banyak hal. Pahit manis kehidupan yang
pernah terlewati bersama Bapak, telah berakar dalam jiwaku. Sikap tegas dalam bertindak, disiplin dalam
berbuat dan penuh cinta kasih dalam hubungan antar sesama, menjadi wujud bagaimana Bapak berperan sangat kuat dalam pertumbuhan karakterku. Inilah yang menjadi bagian bagaimana aku
bersikap dan menyikapi kehidupan dalam lingkungan kerja dan lingkungan
bermasyarakat yang fluralistik.
Oh yaa.... aku titip salam buat lelaki hebat yang Bapak
idolakan. Apa foto Ki Hajar Dewantara masih terpampang gagah dalam kamar Bapak?
Hehehee.... salam sayang penuh cinta untukmu BAPAK ku yang hebat.
“Happy Father’s Day”
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, 15 Juni 2014
Abby Onety
Tulisan ini diikutsertakan pada lomba
SURAT UNTUK BAPAK
TERCINTA
0 komentar